Senin, 11 November 2013


Nikah siri: penyebab, bentuk dan implikasi, serta pandangan ulama tentang nikah siri

Pendahuluan
Islam adalah agama yang mengatur kehidupan rumah tangga, dalam islam rumah tangga merupakan dasar bagi kehidupan manusia dan merupakan faktor utama dalam membina masyarakat, dari sebuah rumah tangga segala persoalan kehidupan manusia timbul. Adalah merupakan kehendak tuhan untuk memulai adanya kehidupan manusia diatas bumi melalui sebuah keluarga. Bersamaan dengan itulah ditetapkan pula aturan bermasyarakat yang harus dipatuhi oleh setiap orang.
Nikah siri adalah pernikahan yang telah sah menurut agama tetapi “cacat” menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia karena pernikahnnya tidak dicatatkan oleh PPN (pegawai pencatatan nikah), kenyataannya dalam masyarakat kita sering terjadi nikah sirri. Nikah sirri itu dipandang sebagai perkawinan yang menurut agama, tetapi tidak sah menurut undang-undang. Apabila terjadi diantara suami isteri, maka perkaranya tidak dapat diajukan ke pengadilan agama, karena tidak tercatat, disinilah letak kerugiannya terutama bagi isteri.
Pengertian nikah sirri
Kata sirri berasal dari bahasa arab yaitu sirro, isror yang berarti rahasia. Jadi kawin sirri menurut artinya adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia. Sedangkan dalam perakteknya dimasyarakat kawin sirri adalah perkawinan yang tak disaksikan oleh orang banyak dan tidak dilakukan didepan PPN/dicatatkan di KUA setempat.
Pengertian lain dalam nikah sirri adalah perkawinan secara sembunyi-sembunyi dan hakekat sirri adalah perkawinan yang dilakukan tanpa dicatatkan. Menurut fikih maliki, nikah sirri adalah nikah dimana para saksi dipesan oleh suami agar merahasikan atau menyembunyikan pernikahan ini untuk isterinya atau jamaahnya sekalian, sekalipun keluarga setempat.
Adapun pendapat lain adalah dari salah seorang cendekiawan muslim Mahmud syaltut, bahwasanya ia mendefenisikan nikah siri adalah sebagai akad nikah yang dilakukan oleh dua orang tanpa saksi, tanpa pengumuman, dan penulisan dalam buku resmi dan pasangan hidup dala kondisi setatus perkawinan yang disembunyikan[1]. Namun dalam fikih, nikah siri diartikan sebagai nikah yang tidak dihadiri saksi.
Penyebab nikah siri
fenomena ini sungguh bertentangan dengan agama dan bertentangan dengan nilai-nilai dan tradisi, ada beberapa sebab yang menambah perkawinan ini tersebar di masyarkat kita, diantaranya adalah:
1.      Tidak adanya kemampuan melaksanakan perkawinan secara syariat, karena tidak bisa menyediakan tempat tinggal, disebabkan pengangguran dan tidak adanya kesempatan kerja yang layak.
2.      Ikut-ikutan masyarakat yang menyimpang dan merosotnya derajat perempuan karena pekerjan yang digelutinya tidak sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan, seperti pekerjaan yang menghabiskan waktu sampai malam, dan perkejaan yang mengharuskan ia selalu bersama dengan atasannya, atau pekerjaan yang terlepasa dari penjagaan[2].
3.      Lemahnya benteng agama dan akidah, dan kurangnya pembinaan keluarga untuk mengarahkan kepada akhlak yang mulia, seperti yang dilakukan oleh salaf as-saleh (pendahulu yang saleh).
4.      Keluarga yang rusak (broken home), karena kesibukan orang tua sehingga mengabaikan urusan anaknya, orang tua tidak lagi memperhatikan anak-anaknya dengan pengawasan yang secara wajar seharusnya ia dapatkan dari orang tuanya sendiri.
5.      Sekolah sekolah maupun universitas-universitas tidak lagi menekankan pembangunan akhlak, nilai-nilai dan mental agama, hal-hal tersebut hanya menjadi bacaan yang mandul dan tidak terealisasi dalam kehidupan.
6.      Tersedianya alat dan obat anti hamil tanpa ada ketentuan-ketentuan yang jelas bagi siapa dan kapan boleh didapatkan, hingga penyimpangan moral menjadi perbuatan yang tidak ditakuti, karena resikonya bisa dihindari.
7.      Klinik-klinik yang mencurigakan, yang memberikan pelayanan pengguguran dan pengembalian selaput darah bagi yang terlanjur hamil karena perbuatan zina.
Bentuk dan implikasi nikah siri
Beberapa fakta dapat ditemukan berkaitan perkawinan sirri antara lain, pernikahan siri yang dilakukan masyarakat umum tanpa adanya wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju, atau karena tidak bisa menghadirkan wali dari pihak perempuan. Kehadiran saksi bisa saja tetapi belum memenuhi syarat dan rukun sahnya perkawinan. Dan tentu saja perkawinan seperti ini tidak dilakukan dan dicatat dihadapan pegawai pencatat nikah.
Dafenisi yang kita ketahui selama ini adalah yang mana nikah tanpa wali yaitu laki-laki yang menikahi perempuan tanpa izin walinya[3]. Nikah ini batil karena kurangnya rukun pernikahan, yaitu wali, berdasarkan hadist nabi Muhammad SAW:
وَعَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْمَدِينِيِّ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَابْنُ حِبَّانَ , وَأُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ 
Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Sebagian menilainya hadits mursal[4].
وَرَوَى اْلإِمَامُ أَحْمَدُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ ابْنِ الْحُصَيْنِ مَرْفُوْعًا ( لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ
Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu' dari Hasan, dari Imran Ibnu al-Hushoin: "Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi."
Hukumnya adalah hendaklah mereka berdua dipisahkan, suami tetap memberikan mahar jika menyentuhnya, dan setelah berpisah, ia menikahinya dengan akad dan mahar jika walinya merelakan dengan walinya[5].  Dan kalau ditinjau dari segi akibat atau implikasi dari nikah siri adalah:
1.      Perkawinan ini seringkali menimbulkan madharat terhadap isteri dan atau anak yang dilahirkan terkait dengan hak-hak mereka seperti nafkah dan hak waris dan lain sebagainya.
2.      Bermunculannya anak-anak tanpa keturunan (terlantar) di masyarakat yang bebas, sehingga menjadi kerisis yang sulit ditemukan penyelesaiannya.
3.      Posisi wanita tersebut lemah dimata hukum positif sebagaimana yang telah diatur oleh pemerintah.
Nikah siri mempunyai sinonim yang sangat popular yang sering kita dengar sehari-hari dalam problematika yang dikaitkan dengan hukum keluarga islama yaitu nikah yang disebut dengan nikah dibawah tangan. Komisi fatwa MUI memberikan defenisi nikah dibawah tangan adalah pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan fikih (hukum islam) namun tanpa pencatatan resmi pada instansi berwenang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pernikahan ini sah menurut hukum islam karena telah terpenuhi rukun dan syarat nikah. Tetapi haram jika terdapat madharat. Pernikahan harus dicatat secara resmi pada instansi berwenang sebagai langkah preventif  untuk menolak dampak negativ/madharat (saddan lidz-dzari’ah)[6]. Dasar hukum yang digunakan adalah:
 لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ
أَعْلِنُوا اَلنِّكَاحَ
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

Pandangan ulama tentang nikah siri
Nikah siri merupakan nikah yang masih diperdebatkan sah atau tidaknya oleh para ulama. Berkaitan dengan hal ini terdapat dua golongan ulama yang memberikan pendapatnya berdasarkan argumnetasi yang mereka pegang masing-masing yaitu:
1.      Golongan yang pertama yaitu jumhur ulama, mereka menyatakan bahwa jika para saksi yang hadir dipesan oleh pihak yang mengadakan akad nikah agar merahasiakan dan tidak menyebarluaskan berita pernikahannya kepada khalayak ramai, maka pernikahannya itu tetap sah. Tetapi sebaliknya meskipun pernikahan itu diumumkan, tetapi ketika akad nikah berlangsung tidak ada satupun saksi yang menyaksiakannya, maka perkawinan tersebut tidak sah[7].
Sedangakan menurut imam malik, imam abu hanifah, ibnu mundzir, umar, urwah, sya’bi dan nafi’ berpendapat bahwa apabila terjadi akad nikah tetapi dirahasiakan dan mereka pesan kepada yang hadir agar merahasiakannya pula, maka perkawinannya sah, tapi makruh, karena menyalahi adanya perintah untuk mengumumkan pernikahan. Sabda nabi Muhammad SAW yaitu:
  وَعَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ اَلزُّبَيْرِ , عَنْ أَبِيهِ ; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( أَعْلِنُوا اَلنِّكَاحَ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Artinya:
Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sebarkanlah berita pernikahan." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.[8]
Senada dengan pendapat diatas mazahab hambali menyatakan, nikah yang telah dilangsungkan menurut syariat islam adalah sah, meskipun dirahasiakan oleh pihak kedua mempelai, wali dan para saksinya, hanya saja hukumnya makruh.
2.      Ulama golongan kedua adalah golongan maliki, mereka menyatakan bahwa saksi dalam pernikahan tidak wajib dan cukup diumumkan saja sebelum terjadi persenggamaan, tetapi jika sebelum akad nikah diumumkan kepada khalayak ramai sudah terjadi persenggamaan, maka pernikahannya bathil, meskipun saat nikah dihadiri oleh para saksi.
Pandangan penulis
Setelah kita mengetahui pendapat-pendapat yang telah dipaparkan oleh ulama-ulama tersebut, maka dari sini penulis menarik kesimpulan bahwa nikah siri pada dasarnya adalah nikah yang dilakukan dengan cara sembunyi atau nikah yang dirahasikan. Sikap ulama dalam menanggapi permasalahan nikah siri adalah semangat mereka dalam mencegah dari pada suatu mafsadah dan mencari suatu maslahat untuk kepentingan ummat muslim.
Nikah siri adalah nikah yang menurut agama sah karena telah terpenuhi rukun dan syaratnya, akan tetapi tidak publikasikan kepada khalayak ramai. Maka menurut beberapa ulama ada yang mengatakan hukumnya makruh dan lain sebagainya. Kalau dipandang dari aspek keteladan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW nikah siri jelas bertentangan dengan peraktek yang dilakukan nabi dan para sahabatnya. Dalam beberapa hadist diterangkan tentang adanya tuntunan mempublikasikan pelaksanaan pernikahan melalui resepsi walimah, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW, ketika mengetahui salah satu sahabatnya Abdurrahman ibn auf menikah.
Perintah melakukan publikasi pernikahan dimaksudkan agar orang lain mengetahui sebuah pernikahan, untuk memperjelas status, serta agar tidak memungkinkan terjadinya penyimpangan, secara mafhum  hadist ini melarang penyembunyian pernikahan. Hadist ini berlawanan dengan fenomena nikah siri atau nikah dibawah tangan yang dilakukan secara diam-diam. Tidak terdapat satu riwayat pun dari hadist yang mensyariatkan nikah secara diam-diam dalam islam.

Daftar pustaka
Hasunah, poligami dengan cara nikah sirri, uin syarif hidayatullah Jakarta: 2001
Fuad, syakir Muhammad, perkawinan terlarang cendekia sentra muslim, Jakarta: 2002
As-subki , ali yusuf. Fiqh keluarga,  pedoman berkeluarga dalam islam, amzah, Jakarta:  2010
Al-asqalani, ibnu hajar Bulughul maram min adillatil ahkam. Al-harmain.
Yatunnisa, Rifqy. Peraktek isbat nikah pernikahan siri, uin syarif hidayatullah Jakarta: 2010
Niam sholeh, asrorun. Fatwa-fatwa masalah pernikahan dalam keluarga, eLSAS,  Jakarta: 2008














[1] Hasunah, poligami dengan cara nikah sirri, (uin syarif hidayatullah Jakarta: 2001). Hal. 27
[2] Fuad, syakir Muhammad, perkawinan terlarang (cendekia sentra muslim, Jakarta: 2002). Hal 55
[3] As-subki , ali yusuf. Fiqh keluarga,  pedoman berkeluarga dalam islam, (amzah, Jakarta:  2010) Hal. 138
[4]Al-asqalani, ibnu hajar Bulughul maram min adillatil ahkam. Al-harmain. No. 1008-1009

[5] Ibid. Hal. 139
[6] Niam sholeh, asrorun. Fatwa-fatwa masalah pernikahan dalam keluarga, eLSAS,  Jakarta: 2008. Hal. 49
[7] Yatunnisa, Rifqy. Peraktek isbat nikah pernikahan siri, uin syarif hidayatullah Jakarta: 2010. Hal. 36
[8] Al-asqalani, ibnu hajar Bulughul maram min adillatil ahkam. Al-harmain. No. 1007

1 komentar:

Unknown mengatakan...

bagus gan infonya, kerennnnn
souvenir pernikahan murah

Share

Share

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail