Senin, 11 November 2013
SUJUD SUKUR. Sujud
yang dilakukan untuk menyatakan rasa terima kasih atas karunia dan limpahan
rahmat dari Allah SWT, atau rasa syukur atas terselamatkannya seseorang dari
marabahaya.
Sujud
syukur adalah perwujudan kesyukuran dengan hati yang menyadari sepenuhnya bahwa
nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah
SWT sehingga terlontar dalam hatinya pujiaan kepada-Nya serta merenungkan
tujuan dianugrahkan nya nikmat tersebut oleh Allah SWT. Boleh jadi ketika
tertimpa malapetaka masih bersujud, bukan mensyukuri malapetaka yang menimpa,
tetapi karena terbayang oleh nya bahwa yang dialminya pasti masih lebih kecil
dari kemungkinan yang lain yang dapat terjadi. Dari kesadaran ini akan sujud
untuk menyatakan rasa syukur nya kepada Allah.
Sujud syukur sebagai bagian dari ajaran
Islam dilandaskan pada beberapa hadits Nabi. Diantaranya, hadits dari Abu Bakar
“Bahwasanya Rasulullah ketika mendapatkan kemudahan dalam urusan, beliau
langsung sujud”. (HR. Ahmad & Tarmizi). Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah
ketika melakukan sujud syukur ketika melihat dihadapannya manusia kerdil (HR.
Daral-Qutni). Diriwayatkan ketika Rasulullah kedatangan malaikat Jibril membawa
berita gembira sambil berkata ; ‘Sesungguhnya Allah mengatakan kepada engakau,
bahwa siapa yang membaca salawat kepada engkau, aku akan memberikan salawat
kepadanya, dan siapa memberikan salam kepada engkau, aku akan member salam
kepada nya, lalu saya bersujud kepada nya, lalu saya bersujud sebagai tanda
syukur kepada Allah”. (HR. Ahmad).
Para sahabatn pun mengikuti jejak
Rasulullah melakukan sujud Syukur ketika berbagai kenikmatan tercurahkan kepada
mereka. Misalnya, sahabat Abu Bakar melakukannya ketika terdengar berita
terbunuhnya Nusailamah al-kazab dan kemenangan pasukan Muslik dalam peperangan
Yamamah. Sahabat Ali bin Abi Thalib ketika memenangkan peperangan dengan kaum
khawarij dan sahabat Ka’ab bin Malik ketika taubatnya diterima Allah SWT.
Ulama berbeda pendapat mengenai sujud
dyukur. Ulama mazhab Syafi’I, hambali dan Hanafi menyatakan bahwa hukum sujud
syukur adalah sunnah (dianjurkan), sedangkan ulama mazhab Maliki menyatakan
sujud syukur hukumnya makruh. Lanjut mereka , yang dianjurkan tatkala adanya
nikmat Allah SWT. Atau terhindarnya seseorang dari musibah adalah melaksanakan
salat sunah dua rakaat, bukan sujud syukur, berdasarkan apa yang telah menjadi
amalan penduduk Madinah.
Di dalam mazhab Hanafi terdapat dua
pendapat. Pertama, melaksanakan sujud syukur ituy hukumnya makruh, karena
sangat sulit menghitung nikmat yang
hampir atau bahkan setiap saat tidak pernah putus Allah berikan kepada
seseorang. Kedua, hukum sujud syukur memang sunah, tetapi pelaksanaanya
dilakukan diluar salat secara mandiri.
Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan
semua anggota sujud di lantai seperti, dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan
kedua ujung jari kaki—seperti melakukan sujud dalam salat. Sujud syukur
dilakukan dengan sekali sujud, karena bukan dari salat. Mayoritas nulama mazhab
sepakat bahwa sujud sukur sah walaupun dilakukan tanpa berwudu termasuk
perempuan yang sedang haid dan nifas, dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara
sepontanitas. Ntamun tentunya akan sangat lebih baik bila melakukan sujud
syukur disertai wudu. Apabila seseorang melaksanakan sujudsyukur dalam keadaan
salat, maka salatnya batal, kecuali orang tersebut lupa atau tidak mengetahui
akan keharaman mengerjakannya dalam salat.
Dalam kitab Furu’ disebutkan bahwa doa keika sujud syukur adalah : “Al-Hamdulillah al-lazi ‘afani mimma
ibtalaka bih, wa faddalani ‘ala kasirin mimma khlaqa tafdhila” (HR. Ahmad,
Ibnu Majah dan Tirmizi). Artinya segala puji bagi Allah yang telah
menyelamatkan saya dari marabahaya, dan telah menganugrahkan kepada saya dari
apa yang telah Dia ciptakan sebagai anugrah.
Daftar
pustaka
Al-Baqwi,
Ibnu Mas’ud, Syarh As-sunah, Bairut :
Dar al-kutub al-‘Ilmiyah, 1992, Cet. Ke-1, juz 11.
Al-Bahuti,
Idris, Kasyaf al-Qina’ ‘an Matan
al-‘iqna’, Bairur : Dar a;-Fikr ,1982, Jilid 1
Al-jairi,
Abdurrahman, kitab al-fiqh ‘Ala Mazahib
al-Arba’ah, Bairut : al-ihya at-Turas al ‘Arabi, Cet. Ke-II, juz I
Al-maqdisi,
Syamsuddin, 1985, kitab al-Furu’ : ‘Alim al-kitab 1985, Cet, ke-IV, juz, I
As-Sya’rani,
Abdul Wahab, Kasyf al-Ghummah ‘an Jami’
al- Ummah, Bairut Dar al-fikr JILID I
Ibnu
Hazm, Al-Muhalla, Misra : Maktabah
al-juhuruyah al-‘Arabiyah,1968, Juz V
Shihab,
Quraisy, Wawasan al-Qur’an, Bandung :
Mizan, 1997, Cet, ke-V
Ciputat
14 Muharram 1420
(zainal Masduqi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blog Archive
-
2013
(16)
-
November(16)
- NIKAH SIRI
- sujud sukur
- Organisasi konferensi Islam (OKI).
- Sabilillah
- Fundamentalisme Islam
- Hukum Faraid Ketika Terjadi ' Aul
- Bahaya Politisasi Agama
- Kesaksian dalam Talak
- untuk sahabat-sahabatku
- Poliotik Dan Filsafat Hukum
- KONSEP AQAD FIQIH EKONOMI (MUAMALAH)
- PENGERTIAN IJTIHAD DALAM USHUL FIQIH
- Sistem Pemilu Legislatif Di Prancis
- TEORI SENDI-SENDI PEMERINTAHAN
- HUKUM PENCURIAN DALAM ISLAM
- UPAYA HUKUM <!--[if !supportLineBreakNewLine]-...
-
November(16)
About Me
- Unknown
Labels
Blog Archive
-
▼
2013
(16)
-
▼
November
(16)
- NIKAH SIRI
- sujud sukur
- Organisasi konferensi Islam (OKI).
- Sabilillah
- Fundamentalisme Islam
- Hukum Faraid Ketika Terjadi ' Aul
- Bahaya Politisasi Agama
- Kesaksian dalam Talak
- untuk sahabat-sahabatku
- Poliotik Dan Filsafat Hukum
- KONSEP AQAD FIQIH EKONOMI (MUAMALAH)
- PENGERTIAN IJTIHAD DALAM USHUL FIQIH
- Sistem Pemilu Legislatif Di Prancis
- TEORI SENDI-SENDI PEMERINTAHAN
- HUKUM PENCURIAN DALAM ISLAM
- UPAYA HUKUM <!--[if !supportLineBreakNewLine]-...
-
▼
November
(16)
0 komentar:
Posting Komentar