Senin, 11 November 2013



SABILILLAH. Secara etimologi berasal dari kata Sabil dan Allah. Kata sabil dalah sinonim dari kata toriq yang berarti jalan; Jadi kata sabilillah itu berarti jalan Allah, yakni segala jalan yang menyampaikan kepada keridhoan Allah, baik dalam bentuk keyakinan maupun perbuatan.
Di dalam al-Qur’an, lafaz sabilillah terdapat sebanyak 64 kali yang berkedudukan (I’rab) jar’ dari kata fi dan an. Lafaz sabilillah yang dijarkan dengan huruf fi terdapat sebanyak 40 kali yang dikelompokkan dalam ayat-ayat dan surat al-madaniyah. Kata ini terletak setelah kata infaq sebanyak 7 kali dan satu kali sesudah kata shadaqah, 17 kali setelah kata al-Qital. 5 kali setelah kata al-Hasr, al-dhar dan al-nafar, 2 kali setelah kata al-musibah, 7 kali setelah al-jihad, 3 kali setelah kata al-hijrah dan 4 kali setelah kata al-Hijrah dan al-Jihad.
Kata sabilillah yang diajarkan dengan huruf an terdapat 24 kali, 14 diantaranya terdapat dalam kelompok surat dan ayat-ayat madaniyah dan terletak sesudah kata al-syadd sebanyak 18 kali dan 6 kali setelah kata kerja al-Idlal. Di samping itu, lafaz yang sama pengertiannya dengan sabilillah adalah sabil rabbik dan sabil al-rasyad. Sedangkan lawan kata ( antonym ) dari kata sabilillah adalah sabil al-thaghut, sabil al-mujrimin, dan sabil al-muhtadin.
PENAFSIRAN SABILILLAH. Para ulama berbeda pendapat dalam penafsiran kata sabilillah terutama sekali pada surat at-taubah (9) ayat 60 yang berbunyi “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, Dan Allah Lagi Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana”.
Menurut Ibnu Jarir al-Tabari (w.310 H) bahwa lafaz sabilillah adalah perbelanjaan yang dibutuhkan dalam menolong agama Allah melalui jalan dan syari’at yang telah ditetapkan untuk hamba-hamba-Nya dengan menerangi musuh-musuh dan orang-orang kifir. Hal ini berdasarkan kepada hadis Rasulullah saw. “Shadaqah itu tidak halal bagi orang kaya kecuali untuk lima golongan yaitu orang yang bertugas untuk menarik dan menugaskannya, orang-orang yang membeli dengan harta sendiri atau di jalan Allah, atau ibnu sabil atau orang-orang yang member shadaqah kepada tetangganya kemudain ( tetangganya itu ) mengembalikannya” . ( H.R. Al-Bukhori).

Pendapat ini juga didukung oleh hadis lain yaitu. “Shadaqah itu tidak halal untuk orang-orang kaya kecuali tiga golongan yaitu di jalan Allah atau ibnu sabil. Atau orang yang bershadaqah kepada tetangganya, kemudaian (tetangganya) mengembalikannya”. ( H.R. Al-Bukhari).
Menurut Ibnu Kasir bahwa sabilillah antara lain adalah orang-orang yang berperang tidak mendapat gaji (upah) yang tetap ( tentara sukarela) bahkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal (w.241 H) bahwa ibadah haji juga termasuk sabilillah. Penafsiran Ibnu Kasir ini berdasarkan ini berdasarkan hadis Rasullah saw. “Shadaqah tidak halal bagi orang kaya kecuali dijalan Allah. Ibnu Sabil, dan tetangganya yang kafir yang member kepadamu atau menjamukan”. (H.R.Muslim). Sedangkan, menurut Jalal  al-Sayuti (w.911 H) dalam tafsir al-jalalain  menjelaskan bahwa sabilillah adalah orang –orang yang berjihad (bala tentara) yang tidak menerima harta fa’I (harta yang diperoleh dari kafir tanpa melalui pertempuran), sekalipun mereka kaya. Akan tetapi, di dalam kitabnya al-Iklil fi Istinbath al-Tanzil pengertian sabilillah adalah oran-orang yang berperang pada jalan Allah. Maka, orang yang berhujjah denga lafaz umum membolehkan shadaqah itu diberikan kepada orang kaya dan digunakan untuk kebutuhan yang berhubungan dengan jihad seperti untuk memperdayai musuh, membangun jembatan, menggali lubang, membuat senjata, dan menggaji bala tentara sekalipun orang nasrani, Dan sebagian ulama berpendapat bahwa ibadah haji termasuk kedalam cakupan lafaz sabilillah maka mereka pun boleh mendapat sebagian dari shadaqah tersebut.
Kemudaian Muhammad Rasyid Eidlo (w.1454 H) mengemukakan beberapa pendapat para ulama yang berkembang sekitar pengertian sabilillah yang dikutip dari berbagai kitab fikih dan tafsir:
1.      Kitab al-Miqna sebuah kitab mazhab Hanabilah popular menjelaskan sabilillah adalah orang yang berperang dan tidak mendapat gaji tetap (sukarelawan) dan tidsk untuk dibrikan untuk kepentingan ibadah haji. Ada suatu yang meriwayatkan yang menerangkan bahwa seorang fakir boleh diberi sekedar untuk memenuhi kebutuhan dalam menunaikan kewajibannya atau sekedar membantu. Riwayat ini dilemahkan oleh mazhab Hanabilah sendiri.
2.      Menurut mazhab Syafi’I, sama halnya dengan mazhab Hanabilah yaitu sabilillah yaitu orang-orang yang berperang yang tidak mendapat gaji setiap dari sultan baik orang yang kaya maupun miskin. Imam Syafi’I (w.204 H) dalam kitabnya al-Umm mensyaratkan bahwa orang yang menerima shadaqah harus orang yang dekat harta tersebut karena harta zakat itu tidak boleh dipindahkan ketempat lain.
3.      Menurut al-Alusi dalam kitabnya Ruh al-Ma’any bahwa sabilillah adalah tentara dan jama’ah haji yang terputus atau habis perbekalan. Ada lagi yang berpendapat bahwa sabilillah juga tercakup para penuntut ilmu dan perbuatan dalam rangka keta’ayan kepada Allah.
4.      Menurut Ibn al-’Arabi bahwa sabilillah adalah peperangan dan menurut Muhammad ibn al-Hakam bagian sabilillah itu boleh dipergunakan untuk memenuhi segala kebutuhan, sarana, fasialitas, dan perlengkapan perang. Di samping itu, Ibn al-‘Arabi menolek argumentasi mazhab lainnya seperti syarat kefakiran yang diajukan oleh mazhab Hanafi dan syarat kedekatan yang dikemukakan oleh mazhab Syafi’i. Namun, Rasyid Ridlo menegaskan bahwa pendapat Imam Malik. Ibn Abd al-Hakam, dan ulama lainnya dari mazhab Maliki berpendapat sabilillah sebagai pengganti dari tentara yang berperang, dan dipergunakan pula untuk persenjataan, dan perlengkapan perang merupakan kepentingan umum bukan untuk kepentingan pribadi orang yang berperang.
5.      Menurut Hasan Shadiq dalam kitabnya Fath al-Bayan bahwa lafaz umum tidak boleh diringkas oleh sesuatu (naw’u) yang khusus. Oleh karena itu, lafaz sabilillah tercakup bentuk kebajikan seperti mengahadapi jenazah, membangun jembatan dan banteng, memakmurkan mesjid dan sebagainya. Di dalam kitabnya al-Raudiah al-Nadiyah lafaz tersebut mencakup kemasllahatan umat Islam maka yang menegakkannya mendapat bagian dari sabilillah, baik kaya maupun miskin bahkan kelompo ini merupakan pewaris nabi dan penanggung jawab dalam kemurnian agama Islam seperti dilakukan para sahabat.
Dalam memahami, lafaz sabilillah, para ulama berbeda pendapat, Namun, secara khusus berarti perang untuk memperhatikan agama Islam dan secara umum adalah segala yang meliputi kemaslahatan umat Islam dan kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, dan lain-lain.

BUKU-BUKU RUJUKAN :

Alusi, Syihab al-Din al-Sayyid. Ruh al-Ma’any fi Tazsir al-Qur’an al-‘Azim Sab’a al-Masani. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Araby, T.th.
Araby, Abu Bakar Muhammad Ibn Abdullah. Ahkam al-Qur’an. Beirut : Dar al-Ma’rifah,1972.
Depag. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1983.
Kasir, Abu al-Fida Ismail Ibn. Tafsir al-Qur’an al-‘Azim. Beirut: Dar al-fikr, T.th.
Qurtuby, Abdullah Muhammad Ibn Ahmad al-Anshary. Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub, 1960.
Ridlo, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. Mesir: Dar al-Manar,1950.
Sayuti, Jalal-al-Din. Al-Iklil fi Istibath al-Tanzil. Beirut: Dar al-Tsaqafah, T.th.
_______________. Tafsir al-Qur’an al-‘Azim. Beirut : Dar al-Fikr, T.th.
Al-Tabary, Ibn Jarir . Jami’ al-Bayan an Ta’wil al-Qur’an. Beirut : Dar al-Fikr. 1988
Zamakhsary, Abu Qasim . Tafsir al-Kaysaf ‘an Haqaiq al-Tanzil. Beirut: Dar al-Ma’rifah, T.th.

0 komentar:

Share

Share

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail